Senin, 03 Mei 2010

TUGAS KEWARGANEGARAAN

PADAMNYA SEBUAH LILIN KECIL


Budi ( 10 tahun ) merupakan anak yang rajin dan pintar. Budi mempunyai cita-cita menjadi arsitek. Ia selalu giat belajar agar dapat menggapai cita-citanya tersebut. Disekolahnyapun Budi selalu mandapatkan peringkat pertama. Orang tua, guru-guru dan teman-temannya sangat bangga pada prestasi Budi.

Budi tinggal bersama ayahnya, Hamdan dan ibunya Septi. Mereka hidup dalam kesederhanaan. Bagaimana tidak, Hamdan hanyalah seorang buruh serabutan. Penghasilannya tiap hari hanya cukup untuk biaya sehari-hari, bahkan untuk biaya sekolah Budipun terasa amat berat. Namun Hamdan tidak tega hati untuk memupuskan harapan anak semata wayangnya tersebut karena melihat semangat Budi untuk tetap bersekolah.

Budi hanyalah anak kecil, tak mengerti betapa beratnya kehidupan yang harus mereka jalani. Ia hanya tahu untuk menggapai cita-citanya cukup dengan belajar, namun ia tak tahu berapa banyak biaya yang diperlukan untuk menggapainya. Walaupun Pemerintah telah mengadakan program sekolah gratis, namun tetap saja ada iuran-iuran yang harus dibayar, misalnya uang buku, uang seragam, dll.

Hamdan bertekad untuk terus menyekolahkan anaknya. Sekuat tenaga Hamdan akan berusaha agar Budi tidak putus sekolah. Bagi Hamdan, Budi merupakan lilin kecil dalam kegelapan, walau hanya setitik cahaya yang tersirat namun dapat menuntun keluarganya keluar dari kegelapan sedikit demi sedikit. Menurutnya, Budilah harapan satu-satunya untuk bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik kelak.

Suatu tragedi terjadi. Saat itu Hamdan dan Budi pergi kepasar. Hamdan berniat membelikan Budi sepatu baru, karena sepatu lama Budi sudah rusak. Pada saat yang bersamaan dipasar itu terjadi pencopetan. Ada salah seorang lelaki yang mungkin komplotan copet tersebut menunjuk kearah Hamdan. Karena terhasut adu domba oleh komplotan pencopet tersebut, massa pun langsung menghajar Hamdan.

Tak lama kemudian aparat kepolisian datang dan kerumunan massa pun dibubarkan. Budi yang berada dipinggir kerumunan massa hanya bisa menangis melihat ayahnya dipukuli massa dan tersungkur berlumuran darah ditengah jalan.

Setelah itu Hamdan segera dibawa ke Rumah Sakit. Ditengah perjalanan, Hamdan menghembuskan nafas terakhir.

Belakangan diketahui bahwa Hamdan hanyalah kambing hitam dari semua ini. Septi sangat terpukul apalagi Budi., ia sangat sedih karena kehilangan sosok seorang ayah yang sangat dicintainya. Dalam lirih dan perih hatinya, Septi tetap mengajarkan Budi untuk ikhlas dalam menghadapi segala sesuatu termasuk kepergian ayahnya.

Selain kehilangan sosok ayah yang sangat berharga, Budi mungkin juga akan kehilangan massa depannya. Ia tak akan bisa sekolah lagi. Siapa yang akan membiayainya ?

Ibunya, Septi, tak mampu menyekolahkan. Lilin yang dulu menyala kini mulai redup dan perlahan-lahan padam hanya karena ulah segelintir orang yang tak bertanggung jawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar